Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengajak Badan Amil Zakat Nasional (BASNAZ) mengutamakan akuntabilitas dalam penyaluran zakat. Hal ini karena BAZNAS adalah lembaga yang pejabatnya dilantik berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Maka itu proses mulai dari kebijakan, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, sampai akuntabilitasnya harus dilakukan secara akuntabilitas keuangan negara.
“Anda dilantik berdasarkan undang-undang, artinya pengurus BASNAZ jadi bagian dari penyelenggara negara. Maka asas pengelolaan zakat yang digunakan salah satunya adalah asas akuntabel. Karena sudah diundangkan dalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, Maka akuntabilitasnya dilakukan secara akuntabilitas keuangan negara,” kata Ghufron, dalam keterangan tertulis yang diterima Infopublik, Senin (25/9/2023).
KPK Hadir dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) BAZNAS 2023 yang diselenggarakan di Hotel Sultan, Jakarta. Rakornas ini dihadiri 500 lebih peserta rakorwas.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto menekankan pendidikan yang disebut sukses sebagai bagian dari sasaran dan tujuan Indonesia Emas tahun 2045 adalah kualitas sumber daya manusia yang berintegritas.
“Untuk mewujudkan Indonesia Emas, diperlukan agenda-agenda transformasi yang tiga diantaranya transformasi sosial, didalamnya berisikan pentingnya pendidikan yang mencetak sumber daya manusia berintegritas dan pentingnya kesehatan. Peran dari pengelolaan zakat ini sangat penting, terutama dalam proses transformasi sosial, transformasi ekonomi dan tata kelola,” ucap Suminto.
Dari proses pengumpulan zakat, menurut Ghufron dengan adanya UU No.23 Tahun 2011 tersebut, BAZNAS tidak boleh mengumpulkan zakat secara sembarangan karena mulai dari pengumpulan hingga pendistribusian zakat semua dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban itu melibatkan auditor BPKP, BPK , kejaksaan, polisi dan KPK.
KPK terlibat dari aspek pengelolaan keuangan negara yang masuk menjadi bagian dari objek Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu jika menyalahgunakan wewenang, dan jika mengelolanya dilakukan secara melawan hukum.
“Secara melawan hukum itu berarti melakukan hal yang bertentangan dengan aturan. Sedangkan menyalahgunakan wewenang terbagi tiga, yaitu melampaui wewenang, menggunakan wewenang tidak untuk kepentingan publik tapi untuk kepentingan pribadi dan golongan tertentu, dan ketiga digunakan secara tidak prosedural,” pungkas Ghufron.