Peran Riza Chalid dan 8 Tersangka Korupsi Minyak Mentah

Riza Chalid Tersangka

Korupsi.id || Jakarta. Kejaksaan Agung RI menetapkan Mohammad Riza Chalid (MRC) dan delapan orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait tata kelola kerja sama pengelolaan Terminal BBM Merak antara PT Pertamina (Persero) dan PT Orbit Terminal Merak (OTM), Kamis (10/7/2025). Riza diketahui merupakan beneficial owner dari PT OTM.

Penetapan status tersangka dilakukan berdasarkan hasil penyidikan yang mengindikasikan adanya persekongkolan dan tindakan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara yang tidak dapat dipulihkan (total loss) sebesar Rp2,9 triliun. Nilai kerugian ini berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Read More

Kesembilan tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Delapan orang di antaranya telah resmi ditahan untuk masa penahanan pertama selama 20 hari, terhitung sejak 10 Juli 2025.

Namun demikian, dari sembilan tersangka, satu orang yakni Mohammad Riza Chalid tidak dilakukan penahanan karena hingga kini keberadaannya belum diketahui.

“Dugaan kami, MRC saat ini berada di luar wilayah Indonesia. Penyidik telah melayangkan pemanggilan secara patut, namun yang bersangkutan tidak pernah memenuhi panggilan hingga hari ini,” jelas Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.

Dalam perkara ini, Riza diduga bersekongkol dengan Alfian Nasution (mantan VP Supply dan Distribusi Pertamina, 2011–2015), Hanung Budya (mantan Direktur Pemasaran dan Niaga, 2014), serta Gading Ramadhan Joedo (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT OTM).

“MRC bersama AN, HB, dan GRJ diduga melakukan intervensi terhadap kebijakan internal PT Pertamina secara melawan hukum, guna menyepakati kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak,” jelas Qohar.

Kontrak kerja sama tersebut dinilai sarat pelanggaran. Riza disebut telah menghilangkan skema kepemilikan aset dalam perjanjian, di mana seharusnya aset Terminal BBM Merak menjadi milik Pertamina Patra Niaga setelah masa kontrak selama 10 tahun berakhir. Namun, klausul kepemilikan tersebut secara sengaja dihapus dari dokumen kontrak.

Lebih jauh, MRC juga diduga menetapkan harga sewa yang sangat tinggi dalam kerja sama tersebut, sehingga memberatkan keuangan negara dan merugikan Pertamina secara signifikan.

“Ini bukan hanya soal nilai kontrak yang di-mark up, tetapi juga bagaimana manipulasi dilakukan terhadap aset negara yang seharusnya kembali ke pangkuan BUMN,” tegas Qohar.

Related posts